Kutangkap doamu dalam mimpi yang sekejap-- namun harapannya panjang. Setelah terjaga - doa itu menjadi embun yang menunggu gugur di kakiku.
(Februari 2017)

Musim hujan di Bangi meluruh-luruh garang setiap kali menjelang sore. Amat dingin cuaca memberkas kami di sini sehinggakan saya jatuh sakit kesejukan. Meskipun hujan adalah rahmat yang sangat didambakan- tetapi saya tahu - ini juga perihal yang menduga-duga. Aduhai, ufuk pandangan saya sukar untuk menjadi mendatar lurus memanjang- sebaliknya meruncing dan senjang. Kesesakan kota dengan limpahan gerimis ada ketika memeningkan. Hujan menduga-duga kita. Hujan mendidik nurani kita. Hujan melahirkan embun yang seperti anak-anak air kecil lalu gugur di kaki (persis anak gelombang berkejaran di pinggir pantai!) begitulah saya umpamakan. Namun syukur saya sisip dalam kesibukan dan keletihan. Hujan mengilhamkan. Hujan menyabarkan - betapa kita tidak boleh menahan musim daripada berkalih cuaca - atau cuaca berkalih warna. Saya mula rasa terhenyak dengan hakikat - bahawa musim tidak lupa tentang memanfaatkan jiwa kami. Aduhai, aduhai. Betapa sering kita terburu-buru tanpa mengenal siratan kejadian!

Comments

Popular posts from this blog