Momen silam mampir dan mengelus ubun-ubun saya. Saya teringatkan wajah terakhir almarhum Ayah sesudah menyalami tangan di kamar hospital yang amat intens. Saya teringatkan kemesraan sahabat-sahabat lama - mereka sudah memasuki persimpangan lain jauh dari jalan kehidupan saya. Saya belum dewasa- tetapi memori seolah semakin mengelabu dan menua. Hujan sore tadi memberi kedukaan yang nikmat. Renungan Bonda persis lorong sejarah yang berjelaga dan berlumut. Mungkin, Bonda berhenti melewati laluan kenangan itu yang kaku dan keras. Aneh, saya boleh rasai betapa mesin pikiran Bonda adalah pawagam kecil kosong tidak dikunjungi sesiapa dan memutar-ulang peristiwa.

Sepanjang keluruhan hujan lewat senja tadi; dalam angan, saya merasakan kerinduan adalah beberapa kuntum teluki; merah dan molek di penjuru jiwa. (Dan Angin seusai hujan seolah-olah berbicara sesenyapnya- tentang cerita Ibu Rabiah dari wilayah sunyi)

Comments

Popular posts from this blog