Saya sering melihat diri sebagai gantungan daun-daun jingga berombre perang di jemari dahan ketika musim luruh yang menunggu takdir menggugurkan. Namun saya mungkin juga bukan sehelai daun molek seperti daun mapel dari getah pohon sugar maple yang manis (kemudian dirampai menjadi sirap mapel dihidangkan bersama lempeng) atau santun harum daun kesidang yang disisipkan di sanggul anak-anak gadis sebagai malai. Saya mungkin - selut sesudah hujan membersih tar- atau debu di padang fikir kontang yang mereka hindari terkena pada wajah. Sedang rengsa. Uruskanlah jiwaku.

Comments

Popular posts from this blog